Era sekarang semua hal sudah mengarah pada teknologi atau digitalisasi, termasuk di soal uang atau cara pembayaran.
Masyarakat yang tinggal atau beraktifitas di kota besar pasti sudah terbiasa dengan sistem e-wallet, e-payment, mobile banking, dst. Selain karena fiturnya yang mempermudah, tren uang digital juga didorong pada masa pandemi covid-19 karena digadang-gadang lebih higienis ketimbang penggunaan uang tunai.
Setiap metode pembayaran pasti ada keunggulan dan kekurangan tersendiri, tapi yang jadi masalah adalah saat penyedia jasa/bisnis “menolak” penggunaan salah satu metode pembayaran yang sebetulnya adalah hal mendasar dan ada dalam peraturan resmi NKRI.
Biasanya, penyedia jasa/bisnis belum bisa menerima pembayaran digital karena memang itu bukan standar dasar untuk pembayaran. Mereka harus melakukan langkah ekstra untuk bisa menyediakan layanan tersebut.
Tapi di justru sekarang terkadang terjadi kebalikannya; penyedia jasa/bisnis menolak pembayaran tunai. Ya, menolak, bukan sekedar mengutamakan pembayaran digital. Sudah beberapa kali penulis bertemu situasi ini.
Walaupun situasi saat ini sudah sangat memungkinkan masyarakat untuk dengan mudah terhubung ke internet kapan pun, dimana pun, kebijakan seperti ini mengganggu dan tidak seharusnya diterapkan.
Bayangkan, kenapa pembeli harus pusing tentang alat bayar, padahal mereka sudah berniat membeli dan membayar dengan mata uang yang sah? Lalu bagaimana jika pembelinya tidak punya dan/atau membawa uang digital?
Pada pasal 1 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia disebutkan, pada dasarnya Rupiah sebagai mata uang Indonesia berlaku sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Artinya selama mata uang rupiah yg digunakan, dalam bentuk apapun (termasuk bentuk tunai) tidak boleh ditolak penggunaannya karena masih merupakan alat pembayaran yang sah.
Kebijakan penyedia jasa/bisnis tentu maksudnya untuk mempermudah mereka, tetapi kemudahan pelanggan juga tidak boleh dikesampingkan karena hal itu.
Jadi penyedia barang atau jasa yang mau sepenuhnya bergantung pada transaksi digital artinya harus bisa menyiapkan solusi juga bagi pelanggan, misalnya membuat pegawai kasirnya memegang nominal digital untuk ditukar dengan tunai dari pelanggan.
Selain itu penulis berpendapat, di masa depan uang digital juga tidak boleh sampai menggantikan peran uang tunai secara total karena terdapat berbagai risiko besar, jika uang hanya ada dan boleh digunakan dalam bentuk digital saja.
Tapi kalau gak ada uang untuk beli makanan di atas tetap gak bagus mood nya ????
Enak makan disini, tempatnya luas, penyajian cepat.. Kemarin makan disini, pengen coba nasi liwet rame2 tapi gak jadi karena cuma…
Mantep nih tipsnya
2 hari yll cobain pakai Whoosh, nyaman sekali.. Baru juga duduk ngobrol sebentar sama sebelah tiba2 sdh sampai Sta Tegalluar
Bukti nyata industri film bisa mendorong pariwisata lokal