Konsumtifisme merujuk pada kecenderungan masyarakat untuk memberikan nilai penting pada konsumsi barang dan jasa, sebagai indikator utama keberhasilan dan kebahagiaan. Ini melibatkan dorongan untuk terus-menerus membeli dan menggunakan barang-barang baru, sering kali dipicu oleh iklan, tren, atau tekanan sosial.
Konsumtifisme atau perilaku konsumtif dapat memengaruhi perilaku belanja, pandangan terhadap kepemilikan materi, dan menciptakan budaya yang mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis konsumsi.
Hal ini dapat berdampak negatif pada keuangan, lingkungan, dan kesejahteraan pribadi. Selain itu dapat menyebabkan hutang, stres finansial, dan memiliki dampak negatif pada lingkungan karena produksi barang yang berlebihan.
Lalu bagiamana ciri seorang yang termasuk ke dalam konsumtifisme? Berikut penjelasannya.
1. Koleksi Barang Branded Terbaru untuk Status Sosial
Zaman sekarang sebagian orang melihat status sosial seseorang dari materi yang dimiliki. Namun bukan hanya ditentukan oleh rumah dan juga kendaraan yang dimiliki, tetapi juga berbagai barang branded yang dikenakan di tubuh juga menjadi penanda status sosial seseorang. Itulah kenapa banyak orang berlomba-lomba membeli barang branded yang baru rilis atau produk limited edition.
Hal itu tergolong dalam konsumtifisme karena membeli hal yang diinginkan bukan hal yang dibutuhkan. Padahal tidak semua orang memandang barang branded yang dipakai sebagai status sosial seseorang. Maka dari itu, mencerminkan sikap apa adanya jauh lebih baik daripada memiliki barang branded, namun di akhir hanya meninggalkan hutang.
2. Beli Barang karena Tren di Medsos
Selain karena status sosial, kini banyak juga orang yang membeli produk tertentu hanya karena barang tersebut tengah tren di media sosial (medsos). Orang-orang yang terjebak dalam gaya hidup konsumtifisme ini seolah tidak ingin melewatkan tren di medsos, apa pun trennya, karena takut orang lain men-capnya ketinggalan zaman.
3. FOMO (Fear of Missing Out)
Istilah ini sudah cukup dikenal, yang menjadi salah satu penyebab masyarakat membeli barang-barang terbaru, Fomo atau takut ketinggalan zaman.
Utamanya dialami Gen-z, yang merasa cemas dan takut dirinya tak dianggap menjadi bagian masyarakat atau komunitas sosial lagi, jika tidak ikut tren yang berkembang. Entah itu membeli barang, konser, atau kuliner.
Itulah beberapa penjelasan mengenai contoh gaya hidup konsumtifisme, apakah sobat konsumenesia termasuk ke dalamnya?
Bahaya Hidup Konsumtifisme
Bahaya dari konsumtifisme melibatkan beberapa aspek, antara lain:
- Stres finansial – Gaya hidup konsumtif dapat menyebabkan stres finansial karena pengeluaran yang berlebihan dan kemungkinan terjerat dalam utang.
- Dampak lingkungan – Produksi dan pembuangan barang konsumtif dapat memberikan dampak negatif pada lingkungan, melalui penggunaan sumber daya alam dan polusi. Misalnya seseorang yang mengikuti tren untuk membeli mobil versi terbaru; dengan banyaknya kendaraan tersebut akan menyebabkan polusi.
- Ketidakpuasan emosional – Meskipun pembelian barang baru dapat memberikan kepuasan sesaat, namun seringkali ini bersifat sementara; dan individu dapat mengalami ketidakpuasan emosional dalam jangka panjang.
- Pentingkan materi daripada pengalaman – Konsumtifisme cenderung menekankan kepemilikan benda materi dibandingkan pengalaman hidup, yang dapat mengarah pada hubungan sosial yang lebih dangkal dan kurangnya pengembangan pribadi.
- Pertumbuhan ekonomi tidak berkelanjutan – Konsumtifisme yang berlebihan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang tidak berkelanjutan, terutama jika didorong oleh produksi dan konsumsi yang berlebihan tanpa mempertimbangkan dampak lingkungan.
Penting untuk mencari keseimbangan antara kebutuhan nyata, nilai-nilai pribadi, dan dampaknya terhadap keuangan serta lingkungan.
Catatan redaksi (21/12/2023): Kami mengubah judul dan isi tulisan dari "Pahami Bahaya Gaya Hidup Konsumerisme, Apakah Anda Termasuk Golongannya?" menjadi "Pahami Bahaya Gaya Hidup Konsumtif, Apakah Anda Termasuk Golongannya?" Istilah "Konsumerisme" menurut definisi Oxford Dictionary adalah "the protection or promotion of the interests of consumers." atau secara bebas diartikan sebagai "gerakan yang menyangkut kesadaran akan hak-hak konsumen" Redaksi memohon maaf atas kekeliruan tersebut.
Kontributor & Tim Redaksi Konsumenesia
Tapi kalau gak ada uang untuk beli makanan di atas tetap gak bagus mood nya ????
Enak makan disini, tempatnya luas, penyajian cepat.. Kemarin makan disini, pengen coba nasi liwet rame2 tapi gak jadi karena cuma…
Mantep nih tipsnya
2 hari yll cobain pakai Whoosh, nyaman sekali.. Baru juga duduk ngobrol sebentar sama sebelah tiba2 sdh sampai Sta Tegalluar
Bukti nyata industri film bisa mendorong pariwisata lokal