Terkadang logo, nama dan representasi sebuah brand yang classy dan mewah membuat konsumen Indonesia berpikir itu adalah brand luar, karena identik dengan penggunaan kata berbahasa asing atau menggunakan brand ambassador orang asing.
Selain itu karena kualitas produk yang mampu bersaing dengan kualitas Internasional dan harganya yang terbilang agak mahal, konsumen akan berfikir barang ini adalah merek luar.
Hal ini banyak terjadi di Indonesia salah satunya merek produk yang sering dikira milik luar negeri padahal bukan, merek ini sering dijumpai di toko-toko besar yang ada di Indonesia diantaranya:
1. Make Over
Pemilihan kata dan representasi brand Make Over kadang membuat konsumen berpikir ini adalah brand luar, faktanya tidak.
Brand ini didirikan oleh orang Indonesia yakni Nurhayati Subakat seorang pengusaha kosmetik asal Indonesia. Ia merupakan pendiri PT Pusaka Tradisi Ibu yang kini telah berubah menjadi PT Paragon Technology and Innovation, yang mengelola merek kosmetik Wardah, Make Over, Emina, Instaperfect, Crystallure, Kahf, Labore, Biodef, dan perawatan rambut Putri.
Nama Make Over memang sepintas mirip seperti brand asal Paris, Make Up For Ever, high-end cosmetic yang juga dipakai dalam berbagai gelaran fashion show. Jika melihat Make Over, kemasan berbagai produk kecantikannya juga simple dengan dominasi warna hitam sehingga membuatnya tampak elegan.
2. Polygon
PT Insera Sena atau lebih dikenal dengan merek Polygon Bikes adalah sebuah perusahaan sepeda Indonesia yang berbasis di Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Polygon mengoperasikan fasilitas-fasilitas pabrik di berbagai tempat di Indonesia.
Polygon mulai mengekspor produknya pertama kali ke Singapura (1997) menyusul Malaysia (2000). Hal itu sebagaimana diberitakan Kompas.com, 8 September 2014. Kini Polygon telah terdistribusi di 500 outlet yang tersebar di 33 negara. Bahkan, satuan polisi Kerajaan Thailand menggunakan Polygon sebagai kendaraan operasional.
3. Terry Palmer
Banyak yang mengira merek handuk ini asalnya dari luar negeri karena nama yang digunakan menggunakan bahasa asing, padahal aslinya Terry Palmer adalah asli brand lokal Indonesia yang diklaim menjadi handuk paling higienis.
Namanya yang kebarat-baratan memang bisa membuat kita menduga kalau Terry Palmer adalah merek luar negeri. Terry Palmer adalah brand milik PT Indah Jaya yang merupakan perusahaan tekstil.
Perusahaan ini sudah ada sejak tahun 1962. Berkat kualitasnya yang bisa bersaing dengan merek luar negeri lainnya, Terry Palmer ini sangat terkenal di negara Eropa, Australia, dan Amerika. Merek handuk Terry Palmer ini banyak digunakan di hotel-hotel berbintang.
4. Eiger
Eiger atau PT Eigerindo Multi Produk Industri adalah perusahaan dan merek yang berasal dari Indonesia, yang memproduksi pakaian dan peralatan rekreasi alam. Perusahaan ini memproduksi produk-produk apparel untuk kegiatan adventure seperti mendaki gunung, berkemah, panjat tebing sampai touring dan off road.
Produk Eiger ini tak hanya populer di Indonesia, tapi juga di luar negeri. Eiger didirikan pada tahun 1989 di Bandung. Keberadaan brand lokal Indonesia ini sudah tersebar hingga ke luar negeri. Toko Eiger bisa dijumpai di beberapa negara Asia seperti Malaysia, Singapura, Filipina, hingga Jepang.
5. Hokben
HokBen adalah jaringan restoran makanan Cepat saji yang menyajikan makanan bergaya Jepang yang berbasis di Jakarta, Indonesia. Hingga kini, HokBen memiliki 170 gerai yang tersebar di pulau Jawa, Bali dan Sumatera.
Nama Hoka Hoka Bento sendiri berasal dari bahasa Jepang yang berarti “makanan hangat dalam Kotak”, penamaannya seperti khas Jepang membuat orang mengira restoran ini dari Jepang namun nyatanya dari Indonesia.
Kumpulan artikel buatan Redaksi | Desk Jakarta Konsumenesia
Tapi kalau gak ada uang untuk beli makanan di atas tetap gak bagus mood nya ????
Enak makan disini, tempatnya luas, penyajian cepat.. Kemarin makan disini, pengen coba nasi liwet rame2 tapi gak jadi karena cuma…
Mantep nih tipsnya
2 hari yll cobain pakai Whoosh, nyaman sekali.. Baru juga duduk ngobrol sebentar sama sebelah tiba2 sdh sampai Sta Tegalluar
Bukti nyata industri film bisa mendorong pariwisata lokal