Belanja online sudah merupakan kelaziman baru bagi kalangan masyarakat di zaman sekarang, segala kebutuhan dapat dipenuhi secara online tanpa keluar rumah dan transaksi dapat dilakukan secara cashless atau tanpa uang tunai.
Belanja online sangat digandrungi karena lebih mudah, konsumen hanya tinggal menunggu barang datang ke tempat tujuan dengan aman. Bahkan memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari mulai dari produk primer dan sekunder bisa dilakukan secara online. Dan bisa disorting mylai dari mulai yang termurah hingga yang termahal harganya.
Belanja online melalui e-commerce lebih digandrungi dibanding melalui sosial media dan website karena dinilai lebih mudah dalam menemukan macam-macam kebutuhan dalam satu platform. Selain itu e-commerce jauh lebih beragam menawarkan berbagai diskon dan hadiah khusus bagi para konsumennya.
Misalnya saja voucher potongan harga, hadiah point reward, voucher gratis ongkir, harga bundling yang terjangkau sampai bonus buy 1 get 1, beragam penawaran yang dimiliki e-commerce memang jauh lebih diminati karena menguntungkan konsumen.
Namun konsumen penggemar belanja online melalui e-commerce nampaknya harus siap dengan kebijakan baru yang akan diterapkan ke depan, salah satunya adalah berbelanja online melalui e-commerce akan dikenakan bea materai Rp 10.000.
Hal ini dikatakan oleh Ketua Umum Indonesia E-Commerce Association (idEA) Bima Laga, mengenai kebijakan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tentang penetapan bea meterai di belanja online, dilansir dari cnnindonesia.com.
Rencananya pemerintah akan mengenakan bea materai bagi masyarakat yang belanja di platform digital seperti e-commerce sebesar Rp 10.000, untuk setiap transaksi belanja di atas Rp 5 juta, kebijakan ini belum sepenuhnya resmi dan masih dalam perencanaan.
Alasan digunakan bea materai ini dikatakan oleh Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Neilmaldrin Noor menjelaskan, bea meterai merupakan pajak atas dokumen. Artinya pengenaannya bergantung pada dokumen jenis tertentu. Hal ini berbeda dengan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) yang ada pada transaksi jual-beli.
Walaupun kebijakan ini belum diberlakukan, namun beberapa netizen sudah melayangkan kritik karena kebijakan ini dinilai akan memberatkan para penjual maupun pembeli, jika pengenaan pajak PPN pada barang yang dijual masih terbilang batas wajar dan ini juga diterapkan di berbagai tempat belanja offline maupun tempat makan/restoran.
Jika harus diberlakukan bea materai sebesar Rp 10.000 untuk setiap transaksi diatas 5 juta ini akan menimbulkan hambatan transaksi jual beli yang terjadi di e-commerce, konsumen yang sering berbelanja dalam jumlah besar akan meninggalkan platform ini untuk opsi berbelanja.
Namun Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menilai pengenaan bea materai pada transaksi e-commerce hal yang wajar. Terlebih, minimal transaksi belanjanya cukup besar yakni di atas Rp 5 juta. Sehingga, penerapan bea materai tidak akan mengganggu ekosistem.
Kebijakan ini masih dalam rencana dan belum sah diberlakukan, namun jika dilihat dari respon yang beredar nampaknya banyak kontroversi terjadi, diharapkan ke depannya pemerintah bisa bijak dalam memberlakukan kebijakan yang baik untuk pertumbuhan ekonomi negara dan mendukung sektor e-commerce ke depannya agar sama-sama saling menguntungkan.

Kumpulan artikel buatan Redaksi | Desk Jakarta Konsumenesia

Tapi kalau gak ada uang untuk beli makanan di atas tetap gak bagus mood nya ????
Enak makan disini, tempatnya luas, penyajian cepat.. Kemarin makan disini, pengen coba nasi liwet rame2 tapi gak jadi karena cuma…
Mantep nih tipsnya
2 hari yll cobain pakai Whoosh, nyaman sekali.. Baru juga duduk ngobrol sebentar sama sebelah tiba2 sdh sampai Sta Tegalluar
Bukti nyata industri film bisa mendorong pariwisata lokal