Merokok adalah salah satu kebiasaan yang umumnya dilakukan orang saat santai mengisi waktu kosong maupun saat berkumpul bersama teman. Rokok konvensional yang terbuat dari bahan utama tembakau mengandung zat nikotin dan merupakan salah satu zat adiktif yang membuat penggunanya kecanduan.
Rokok konvensional identik dengan asap, bau yang menyengat dan mengeluarkan zat lain dari hasil pembakaran yaitu tar. Sehingga asap rokok berbahaya tidak saja untuk pengonsumsinya tapi juga orang-orang yang di sekitarnya atau biasa disebut sebagai perokok pasif.
Menyikapi soal asap rokok ini, maka lahir inovasi produk rokok elektrik atau vape. Rokok Elektrik tidak lagi berbahan dasar tembakau yang dibakar, tapi menggunakan alat yang memanaskan cairan khusus dan menciptakan asap. Dengan keluarnya asap ini maka sensasi merokok konvensional tetap didapat oleh penggunanya.
Alat ini diklaim sebagai alternatif merokok yang aman karena tidak melalui pembakaran dan menghindari asap tembakau yang baunya mengganggu orang-orang di sekitarnya.
Faktanya, rokok elektrik sama-sama mengandung nikotin di bahan isi ulang atau vape liquid yang tersamarkan oleh rasa yang dominan manis, seperti rasa buah-buahan atau makanan manis seperti coklat, tiramisu, dll.
Dengan variasi rasa seperti ini rokok elektrik diminati konsumen dengan pangsa pasar yang lebih luas termasuk kaum perempuan dan generasi muda. Karena dengan rasanya yang tidak terlalu kuat dibanding rokok konvensional dan bebas asap yang seringkali baunya menempel di pakaian atau rambut.
Selain itu rokok elektrik terlihat lebih fancy karena terbilang simple, desain dari alat tersebut yang bisa disesuaikan dengan style penggunanya dan tidak menimbulkan bau yang mengganggu.
Sama-sama rokok namun berbeda bahan dasar dan caranya, manakah yang lebih baik? Apakah rokok elektronik lebih aman?
Mengutip Michael Blaha, M.D., M.P.H., Direktur Penelitian Klinis di Pusat Pencegahan Penyakit Jantung Johns Hopkins Ciccarone yang dilansir oleh hopkinsmedicine.org, berikut 5 fakta tentang rokok elektrik yang harus dicermati:
1. Vaping kurang berbahaya daripada merokok, tetapi tetap tidak aman
Rokok elektrik memanaskan nikotin (yang diekstrak dari tembakau), perasa dan bahan kimia lainnya untuk menciptakan aerosol yang dihirup. Rokok konvensional mengandung sekira 7.000 bahan kimia, banyak di antaranya beracun. Meskipun tidak tahu diketahui secara persis bahan kimia apa yang ada dalam rokok elektrik, paparan zat berbahaya dalam vape relatif lebih sedikit dibandingkan bahan kimia beracun dalam rokok konvensional.
Namun pada 2009 ada kasus wabah cedera paru-paru dan kematian yang terkait dengan vaping yang ditemukan oeh Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat (CDC). Penemuan ini menemukan 2.807 kasus cedera paru-paru terkait penggunaan rokok elektrik atau vaping (EVALI) dan 68 kematian dikaitkan dengan kondisi itu.
CDC mengidentifikasi penyebabnya adalah zat kimia vitamin E asetat. Vitamin E asetat adalah zat pengental yang biasanya digunakan dalam produk vaping tetrahydrocannabinol (THC), dan ditemukan di semua sampel cairan paru-paru pasien yang diperiksa oleh CDC. Untuk meminimalisir risiko CDC merekomendasikan agar tidak menggunakan produk vaping yang mengandung THC.
2. Penelitian menunjukkan vaping buruk untuk jantung dan paru-paru Anda
Nikotin adalah zat utama dalam rokok konvensioal dan rokok elektrik, dan sangat adiktif. Ini menyebabkan Anda akan kecanduan merokok.
Nikotin adalah zat beracunyang dapat meningkatkan tekanan darah dan memacu adrenalin yang meningkatkan detak jantung dan meningkatkan risiko terkena serangan jantung.
3. Rokok elektronik sama adiktifnya dengan rokok konvensional
Baik rokok elektrik maupun rokok konvensional sama-sama mengandung nikotin. Menurut penelitian nikotin mungkin sama adiktifnya dengan heroin atau kokain. Dalam kasus rokok elektrik banyak pengguna yang mengonsumsi lebih banyak nikotin daripada produk tembakau.
Hal ini karena konsumen dapat membeli kartrid ekstra kuat, yang memiliki konsentrasi nikotin lebih tinggi. Atau dengan menaikkan voltase rokok elektrik untuk mendapatkan asap lebih banyak dan akhirnya mengonsumsi lebih banyak zat kimia dari liquid vapenya.
4. Rokok elektronik bukanlah alat berhenti merokok yang terbaik.
Meskipun digadang-gadang sebagai pilihan untuk membantu berhenti merokok, rokok elektrik belum menerima persetujuan dari Badan Pangan dan Obat Amerika Serikat (FDA) sebagai alat bantu berhenti merokok.
Sebuah studi baru-baru ini menemukan bahwa kebanyakan orang yang bermaksud menggunakan rokok elektrik untuk menghentikan kebiasaan nikotin akhirnya malah menggunakan kedua jenis rokok, rokok tradisional dan rokok elektrik secara bergantian.
5. Menyebabkan kecanduan nikotin lebih luas di kalangan generasi muda
Di kalangan anak muda, rokok elektrik, terutama yang sekali pakai, lebih populer daripada produk rokok konvensional mana pun. Menurut Survei Tembakau Pemuda Nasional 2021, lebih dari 2 juta siswa sekolah menengah dan menengah di Amerika Serikat menggunakan rokok elektrik pada tahun 2021. Sebanyak 80 persen remaja menggunakan rokok elektronik beraroma.
Ada tiga alasan mengapa rokok elektrik sangat menarik bagi kaum muda. Pertama, banyak remaja percaya vaping kurang berbahaya daripada merokok. Kedua, rokok elektrik memiliki biaya per penggunaan yang lebih murah daripada rokok konvensional. Dan ketiga, tanpa asap yang bau seperti yang dihasilkan dari rokok konvensional.
Kumpulan artikel buatan Redaksi | Desk Jakarta Konsumenesia
Tapi kalau gak ada uang untuk beli makanan di atas tetap gak bagus mood nya ????
Enak makan disini, tempatnya luas, penyajian cepat.. Kemarin makan disini, pengen coba nasi liwet rame2 tapi gak jadi karena cuma…
Mantep nih tipsnya
2 hari yll cobain pakai Whoosh, nyaman sekali.. Baru juga duduk ngobrol sebentar sama sebelah tiba2 sdh sampai Sta Tegalluar
Bukti nyata industri film bisa mendorong pariwisata lokal